ARTIKEL
PENDIDIKAN ANTI KORUPSI USIA DINI
Disusun untuk memenuhi tugas Pendidikan Pancasila
Dosen Pengampu : Deka Setiawan, S.Pd., M.Pd
Disusun Oleh :
Nama : KASMIH
NIM : 201353116
Kelas : C
PROGRAM STUDI SISTEM INFORMASI
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MURIA KUDUS
2015
Pendidikan Anti Korupsi Usia Dini
Berbicara tentang korupsi sepertinya memang bukan hal yang asing lagi bagi kita sebagai warga negara Indonesia. Kasus korupsi di Indonesia seolah sudah menjadi fenomena sosial yang sulit diberantas karena sudah begitu membudaya di negeri ini di Indonesia kasus korupsi memang sudah merajalela di seluruh lapisan masyarakat. Bukan hanya di kalangan para petinggi negara saja tetapi juga sudah menyebar di kalangan masyarakat bawah bahkan anak-anak.
Bangsa Indonesia nampaknya sudah sampai pada batas puncak kesabaran dalam mengatasi masalah korupsi di negeri ini yang menggerogoti seluruh aspek kehidupan. Batas kesabaran itu diwujudkan dalam pencanangan Hari Anti Korupsi oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 9 Desember 2004. Namun hingga kini kasus korupsi tak juga kunjung selesai. Ibarat pepatah “menyapu lantai dengan sapu kotor. Ketika seorang aparat negara ditugaskan untuk memberantas korupsi, bisa jadi dia sendiri juga akan terjerat dalam kasus yang sama. Memberantas kasus korupsi memang bukan hal yang mudah. Kita harus kuat iman dan juga tegas. Jika tidak demikian, bisa-bisa kita sendiri yang akan terjerumus dalam kasus yang sama. Pengertian korupsi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah, penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara (perusahaan dsb) untuk keuntungan pribadi atau orang lain. Namun definisi tersebut adalah definisi korupsi secara umum. Pada kenyataannya kasus korupsi bukan hanya dalam hal yang berkaitan dengan uang saja, bisa juga dalam hal waktu, tenaga, dan tindakan-tindakan curang lainnya juga dapat dikategorikan sebagai korupsi. Menurut perspektif hukum, definisi korupsi dijelaskan 13 Pasal dalam UU N0. 31/1999 jo. UU N0. 20/2001, korupsi dirumuskan ke dalam tiga puluh bentuk/ jenis tindak pidana korupsi. Ketiga puluh jenis tindak pidana korupsi tersebut, pada dasarnya dapat dikelompokan menjadi; 1. Kerugian keuangan negara, 2. Suap-menyuap, 3. Penggelapan dalam jabatan, 4. Pemerasan, 5. Perbuatan curang, 6. Benturan kepentingan dalam pengadaan serta 7. Gratifikasi. Kasus korupsi di Indonesia nampaknya sudah berurat dan berakar, sehingga membuat korupsi seakan sulit diberantas di negeri ini. Maka tidaklah mengherankan jika Indonesia masuk dalam deretan negara terkorup setelah Kamboja di kawasan Asia Pasifik. Bahkan saking sulit dan lemahnya kepercayaan publik pada lembaga hukum di Indonesia ini seperti Polri, dan kejaksaan. Sampai-sampai kita harus mendirikan satu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memberantas korupsi di negara kita tercinta ini. Tetapi meskipun demikian, pemberantasan korupsi tidak bisa hanya dengan bergantung pada KPK saja. Pemahaman yang baik tentang korupsi pada anak usia dini akan mendukung pengurangan tingkat korupsi.
PENDIDIKAN ANTI KORUPSI USIA DINI
Disusun untuk memenuhi tugas Pendidikan Pancasila
Dosen Pengampu : Deka Setiawan, S.Pd., M.Pd
Disusun Oleh :
Nama : KASMIH
NIM : 201353116
Kelas : C
PROGRAM STUDI SISTEM INFORMASI
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MURIA KUDUS
2015
Pendidikan Anti Korupsi Usia Dini
Berbicara tentang korupsi sepertinya memang bukan hal yang asing lagi bagi kita sebagai warga negara Indonesia. Kasus korupsi di Indonesia seolah sudah menjadi fenomena sosial yang sulit diberantas karena sudah begitu membudaya di negeri ini di Indonesia kasus korupsi memang sudah merajalela di seluruh lapisan masyarakat. Bukan hanya di kalangan para petinggi negara saja tetapi juga sudah menyebar di kalangan masyarakat bawah bahkan anak-anak.
Bangsa Indonesia nampaknya sudah sampai pada batas puncak kesabaran dalam mengatasi masalah korupsi di negeri ini yang menggerogoti seluruh aspek kehidupan. Batas kesabaran itu diwujudkan dalam pencanangan Hari Anti Korupsi oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 9 Desember 2004. Namun hingga kini kasus korupsi tak juga kunjung selesai. Ibarat pepatah “menyapu lantai dengan sapu kotor. Ketika seorang aparat negara ditugaskan untuk memberantas korupsi, bisa jadi dia sendiri juga akan terjerat dalam kasus yang sama. Memberantas kasus korupsi memang bukan hal yang mudah. Kita harus kuat iman dan juga tegas. Jika tidak demikian, bisa-bisa kita sendiri yang akan terjerumus dalam kasus yang sama. Pengertian korupsi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah, penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara (perusahaan dsb) untuk keuntungan pribadi atau orang lain. Namun definisi tersebut adalah definisi korupsi secara umum. Pada kenyataannya kasus korupsi bukan hanya dalam hal yang berkaitan dengan uang saja, bisa juga dalam hal waktu, tenaga, dan tindakan-tindakan curang lainnya juga dapat dikategorikan sebagai korupsi. Menurut perspektif hukum, definisi korupsi dijelaskan 13 Pasal dalam UU N0. 31/1999 jo. UU N0. 20/2001, korupsi dirumuskan ke dalam tiga puluh bentuk/ jenis tindak pidana korupsi. Ketiga puluh jenis tindak pidana korupsi tersebut, pada dasarnya dapat dikelompokan menjadi; 1. Kerugian keuangan negara, 2. Suap-menyuap, 3. Penggelapan dalam jabatan, 4. Pemerasan, 5. Perbuatan curang, 6. Benturan kepentingan dalam pengadaan serta 7. Gratifikasi. Kasus korupsi di Indonesia nampaknya sudah berurat dan berakar, sehingga membuat korupsi seakan sulit diberantas di negeri ini. Maka tidaklah mengherankan jika Indonesia masuk dalam deretan negara terkorup setelah Kamboja di kawasan Asia Pasifik. Bahkan saking sulit dan lemahnya kepercayaan publik pada lembaga hukum di Indonesia ini seperti Polri, dan kejaksaan. Sampai-sampai kita harus mendirikan satu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memberantas korupsi di negara kita tercinta ini. Tetapi meskipun demikian, pemberantasan korupsi tidak bisa hanya dengan bergantung pada KPK saja. Pemahaman yang baik tentang korupsi pada anak usia dini akan mendukung pengurangan tingkat korupsi.
Pentingnya Pendidikan Anti Korupsi Sejak Usia Dini
Pendidikan anti korupsi memang harus ditanamkan sejak dini. Dalam hal ini, keluarga memegang peranan penting dalam mendidik dan membentuk akhlak anak. Selain itu, mengenalkan prinsip kebaikan, kebenaran dan kesalehan hidup kepada anak juga menjadi tugas utama bagi orang tua. Jika orang tua telah mengajarkan nilai-nilai kebaikan dan kejujuran pada anak sejak dini, maka saat anak tersebut mulai beranjak dewasa nilai-nilai tersebut akan terpatri dalam jiwa mereka. Dengan demikian keluarga turut andil dalam memberi warna budaya sebuah bangsa, termasuk di dalamnya adalah menciptakan budaya anti korupsi. Anak-anak merupakan peniru yang ulung. Karena seorang anak belajar bertingkah laku
dengan meniru tingkah laku orang lain yang ditransmisikan melalui contoh-contoh, terutama yang datang dari keluarga, lingkungan sekitar dan media massa. Oleh karena itu, teladan yang baik dari seluruh anggota keluarga seperti ketaatan beribadah, berperilaku sopan sesuai budaya dan bangsa, bertindak jujur dalam perkataan dan perbuatan sangatlah penting ditanamkan sejak usia dini. Tetapi meskipun demikian, tidaklah adil rasanya jika teladan itu hanya datang dari keluarga. Pemerintah juga harus turut serta berperan aktif dalam upaya menciptakan budaya anti korupsi pada anak-anak, misalnya melalui Kementerian Pendidikan Nasional dengan memperbaiki kurikulum pembelajaran di sekolah, yaitu dengan tetap memasukkan mata pelajaran budi pekerti di dalam kurikulum sekolah. Selain itu, saat ini sudah banyak contoh sekolah yang memberlakukan kantin kejujuran sebagai upaya untuk menanamkan sikap jujur pada anak didiknya. Hal ini merupakan suatu contoh yang baik untuk membudayakan sikap anti korupsi. Karena kejujuran adalah kunci untuk menjauhkan diri dari tindakan korupsi. Norma yang Harus Ditanamkan Sejak Usia TK sampai Perguruan Tinggi Ada beberapa norma yang harus ditanamkan sejak usia TK hingga perguruan tinggi, antara lain
adalah:
1 Usia TK anak sudak memahami norma etika apa yang boleh ataupun tidak boleh. Penerapan yang dapat orang tua ajarkan, sebagai pendidikan antikorupsi adalah mengajarkan kepada anak kalau “mencuri itu tidak boleh”.
2 Usia SD anak sudah memahami norma agama bagaimana berperilaku “baik” dan “tidak baik” sehingga guru SD atau kedua orang tua dapat mengajarkan pada anak kalau korupsi itu tidak baik karena dilarang Tuhan.
3 Usia SMP anak sudah memahami norma hukum bagaimana berperilaku “tidak melanggar hukum” dan “melanggar hukum” sehingga guru SMP atau kedua orang tua menekankan kalau korupsi itu melanggar hukum.
4 Usia SMA anak sudah memahami norma psikologis bagaimana perilaku “menyimpang” dan perilaku “ tidak menyimpang” sehingga dapat ditanamkan kalau korupsi merupakan perbuatan menyimpang.
5 Usia perguruan tinggi (PT) adalah bentuk manusia dewasa yang sudah memahami norma sosial bagaimana berperilaku “sesuai norma sosial” dan “tidak sesuai norma sosial”. Sehingga dapat memahami korupsi merupakan perbuatan yang dibenci masyarakat dan hanya bisa dilakukan oleh orang-orang yang antisosial.
Di Indonesia kasus korupsi memang sudah merajalela di seluruh lapisan masyarakat. Bukan hanya di kalangan para petinggi negara saja tetapi juga sudah menyebar di kalangan masyarakat bawah bahkan anak – anak. Memberantas kasus korupsi memang bukan hal yang mudah. Kita harus kuat iman dan juga tegas. Jika tidak demikian, bias – bisa kita sendiri yang akan terjerumus dalam kasus yang sama. Esensi terpenting dalam pemberantasan korupsi adalah pencegahan. Pencegahan harus dilakukan sejak dini dan mulai dari hal – hal yang sederhana. Anak menjadi objek sekaligus menjadi subjek penting dalam upaya tersebut. Pendidikan anti korupsi bagi anak sejak usia dini penting dioptimalkan, baik melalui formal, informal maupun non-formal. Kudus memliki potensi tinggi terkait Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Potensi merupakan modal berharga untuk mendukung pendidikan anti korupsi anak usia dini dan sebagai pencegahan. Anak adalah masa emas sekaligus masa cukup berisiko. Masa depan bangsa berapa pada kualitas anak sekarang. Pendidikan anak merupakan “Education For All”. Upaya mendidik antikorupsi harus dilakukan secara sistematis dan komprehensif. Pertama, dengan model pendidikan yang menyenangkan. Anak adalah usia bermain. Berbagai perangkat dapat di optimalkan sebagai pendekatan seperti permainan, lagu, cerita bergambar, dongeng, komik, dan lainnya. Kedua, dengan pendekatan yang sinergis melalui pendidikan agama dan budaya. Kejujuran merupakan bagian utama dalam ajaran agama dan nilai budaya. Pendidikan ini penting menyisipkan penanaman nilai kejujuran dan antikorupsi. Ketiga, dengan keteladanan. Contoh atau teladan sangat berharga bagi anak dibandingkan dengan banyaknya teori – teori yang didengarkannya. Kejujuran penting ditanamkan melalui keteladanan orang – orang disekitarnya.
Upaya tersebut harus melibatkan semua unsure, baik orang tua, pemerintah, guru,
lembaga pendidikan, dan lainnya. Orang tua sebagai pihak yang paling dekat, intents, dan bertanggung jawab atas pendidikan anak. Jika menggunakan jasa pengasuh maka orang tua mempunyai tanggung jawab mengkondisikan pengasuhnya. Pemerintah bertanggung jawab secara makro dalam hal penyiapan fasilitas dan kurikulum. Guru dan lembaga pendidikan harus memiliki komitmen terhadap gerakan antikorupsi. Pendidikan anti korupsi memang harus ditanamkan sejak dini. Dalam hal ini, keluarga memegang peranan penting dalam mendidik dan membentuk akhlak anak. Selain itu, mengenalkan prinsip kebaikan, kebenaran dan kesalehan hidup kepada anak juga menjadi tugas utama bagi orang tua. Jika orang tua telah mengajarkan nilai – nilai kebaikan dan kejujuran pada anak sejak dini, maka saat anak tersebut mulai beranjak dewasa nilai – nilai tersebut akan terpatri dalam jiwa mereka. Dengan demikian keluarga turut andil dalam memberi warna budaya sebuah bangsa, termasuk di dalamnya adalah menciptakan budaya anti korupsi. Upaya untuk memberantas kasus korupsi di Indonesia sampai benar-benar bersih sampai ke akar-akarnya memang bukanlah hal yang mudah. Namun selalu ada cara selama kita mau berusaha. Menanamkan nilai-nilai budaya antikorupsi pada anak-anak sejak usia dini adalah salah satu caranya. Karena anak-anak merupakan generasi penerus bangsa. Jika sejak kecil mereka suah terbiasa hidup bersih, maka sampai dewasa pun kebiasaan itu akan tetap terpelihara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar